Hukum dan Moral
Tidak salah, kalau di Indonesia masih berlaku sentilan: KUHP ('Kasih Uang Habis Perkara'), HAKIM ('Hubungi Aku Kalau Ingin Menang'), PENGACARA ('Perantara dan Calo Perkara'), dan sebagainya sebagai ungkapan kekesalan masyarakat atas bobroknya penegakan hukum di negeri ini.
Ahli hukum Unhas Prof. Dr. Achmad Ali pernah menulis: "The legal system in Indonesia becomes worse in the post New Order era, because those in charge in the legal system does not have any spirit of reform." Satu hal yang sulit dilakukan ialah, harus dimulai dari mana perbaikan sistem dan penegakan hukum ini. Ada yang berpendapat sistem dulu, dan ada pula yang mengatakan orang-orangnya dulu. Hal ini ibarat mempertanyakan: "Mana duluan, ayam dulu atau telur dulu?."
Menurut penulis, sebagus-bagusnya sistem hukum kalau orang-orang yang melaksanakannya bobrok maka penegakan hukum yang adil tidak akan tercapai. Sistem hukum di Indonesia sudah cukup bagus, akan tetapi orang-orangnya masih banyak yang tidak bermoral.
Sebaliknya, sejelek-jeleknya sistem hukum kalau orang-orang yang melaksanakannya bermoral yang baik maka penegakan hukum yang adil masih bisa dicapai. Moral yang baiklah yang bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, bobroknya penegakan hukum di negeri Pancasila ini tidak lain karena kemerosotan moral. Apa penyebab kemerosotan moral ini? Banyak sekali.
Negeri ini sudah terlalu banyak dosa. Kita masih ingat peristiwa pembunuhan dan pemenjaraan secara besar-besaran pasca G30S/PKI 1965, lalu kerusuhan membawa nama agama, pemerkosaan etnis, pengeboman atas nama agama, diskriminasi, penerapan DOM (Daerah Operasi Militer), jutaan aborsi per tahun, dosa kemunafikan oleh kaum yang notabene beragama, dan sebagainya. Dalam latarbelakang bangsa yang demikian, keadilan apakah yang bisa diperjuangkan? Bisakah keadilan diraih dalam ketidakadilan?
Benarlah apa yang diungkapkan oleh Pengkotbah: "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan."
Oleh karena itu, tidak ada jalan lain, manusia harus kembali kepada keadilan Allah. Manusia tanpa keadilan Allah, yang dinyatakan dalam Kristus Tuhan, tidak akan menemukan keadilan yang sesungguhnya, dan ia pun akan kesulitan dalam memperjuangkan keadilan. Sebab, manusia bermoral adalah karya Tuhan Yang Maha Suci.
A. Simanjuntak
20 Oktober 2003
Komentar-komentar |
|