
Pancha W. Yahya
Dilahirkan di Semarang, pada tanggal 8 Febuari 1976 dari pasangan Alm. Hanoto Jahja dan Tanti Widjaja. Dan pada tahun 2001, menikah dengan Sumanti Jonatan, S.Th.
Pendidikan:
1. SD Kristen 1 Semarang lulus tahun 1988
2. SMP PL Domenico Savio Semarang lulus tahun 1991
3. SMA Negeri 3 Semarang lulus tahun 1994
4. Sarjana Theologia dari Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang lulus tahun 2000
Pekerjaan:
Pernah menjadi pengerja di GKI Sinode Wilayah Jawa Barat
Jl. Jatinegara Barat III/2A dari th. 2000 - 2005, sekarang sedang menjalani
studi lanjut di SAAT Malang
Dapat dihubungi langsung di
Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya
Hilang
Suatu kali pada tiang listrik di depan gereja tempat saya beribadah terpampang sebuah reklame orang hilang. Iklan yang berukuran A4 itu memuat berita hilangnya seorang laki-laki kelahiran Ternate yang kini berusia 51 tahun. Dijelaskan dalam iklan tersebut ciri-ciri lelaki itu dan alamat serta nomor telpon yang bisa dihubungi bila ada orang yang menemukannya. Tak lupa dipasang potret lelaki itu besar-besar supaya khalayak dapat mengenalinya.Potret
Sudah lama saya ingin menulis tentang potret, namun baru kali ini terwujud. Bagi saya potret, terutama potret manusia, adalah fenomena yang menarik. Betapa tidak? Saya amati orang begitu antusias tatkala mereka melihat potret. Tak peduli itu potret hitam putih atau berwarna meriah. Entah itu potret kerabat, teman bahkan orang yang tak dikenal sekalipun. Pokoknya orang selalu senang melihat potret. Sebaliknya orang gemar memamerkan potret. Mereka membingkai potret dengan pigura indah lalu menggantungnya pada dinding atau meletakkan di dalam bufet. Ada juga yang menyusun potret dengan apik dalam album nan mewah.Pengkhianat
Tak ada musuh yang lebih “besar” selain pengkhianat. Ia adalah musuh dalam selimut. Musuh yang pura-pura jadi kawan, bahkan seorang sahabat. Ia seolah begitu dekat, dan amat dipercaya. Tapi diam-diam ia menusuk dari belakang. Menancapkan belati ke jantung kita, menikam berulang-ulang sampai kita kehabisan darah. Lalu ia bergembira atas kematian kita. Mereka adalah serigala berbulu domba, yang menyeringai selepas menjilat-jilat darah korbannya. Sungguh, tiada kepedihan yang lebih perih selain mengalami pengkhianatan. Kalau tak percaya silakan tanya Julius Caesar, korban pengkhianatan Brutus, sahabat karibnya. Atau bertanyalah pada Tunggul Ametung, adipati Tumapel yang mati ditancap keris milik Ken Arok, bawahan kepercayaannya.Ya’ahowu
Adalah bencana gempa dan gelombang Tsunami yang telah “membawa” saya beserta rombongan para sukarelawan dari sebuah sinode ke Pulau Nias. Sebelumnya tak pernah sedikit pun terbersit dalam pikiran kami untuk dapat mengunjungi Pulau Nias. Bahkan letak pulau itu di mana, banyak di antara kami termasuk saya, yang tidak mengetahuinya.Akhirnya setelah menempuh perjalanan melalui udara, darat, laut selama lebih kurang 22 jam, kami tiba di Gunung Sitoli, ibukota Nias.
Selanjutnya...
Halaman 7 dari 27