Wah…! Saya baca puisi lagi!!
Ini dia puisi tersebut:
SUARA NATAL !
Karya: Tema Adiputra
Dengar!
Ada suara di pinggir kota ini
Dari sebuah rumah bernyalakan lilin Natal nan tersisa
Suara hati mereka terdengar sayup:
“Adakah malam ini kita dapatkan lagi kado Natal itu?”
Ataukah hanya buldozer yang telah menggusur rumah kita sebagai hadiah tahun ini?
Yang lamat-lamat menggusur dan merobohkan pohon kasih kita?
Dan menjauhkan belas-kasih para penguasa dan pengusaha?”
Dengar!
Ada suara dari sebuah gereja gegap gempita
Penuh lonceng-paduan suara-puisi-dan drama
Dan kotbah yang menggugah penghilang rasa susah
Ya! Ya! Suara Natal di tempat itu terus berkumandang
Bergelombang menyentuh rumah mewah, gedung-gedung gemerlap
Dan setiap hati yang mencari indahnya Natal
pengisi hati nan bolong melompong dikikis ketegaran tengkuk
Sehingga suara Natal dari gereja itu tak sempat mampir di hati penghuni rumah pinggiran kota itu
Dengar!
Ada suara bincang renyah dan pilu di halaman gereja itu,
di tengah gerimis hujan dan dingin menggigil,
Seorang lelaki bersinar menyapa sang anak kecil berpakaian lusuh,
menyapa sang bapak yang kurus tak terurus,
menyapa sang ibu yang letih dan tertatih-tatih.
“Mengapa kalian tak masuk dan duduk di dalam?”
---kami takut, kami tak diundang---
---padahal kami rindu…rindu…rindu dibelai Kasih Bayi Natal
itu!---
Ada tetesan air mata di wajah lelaki bersinar itu,
“Sudahlah, jangan sedih, AKU-pun tak mereka undang
malam ini,
Mereka sudah punya daftar panjang undangan seperti
tahun lalu…
padahal AKU-lah yang berulangtahun malam ini!
Sudahlah, mari bersukacita dengan-KU…
Kelak,
AKU-lah yang akan membuat pesta
untuk kedatangan-Ku kedua kalinya…
AKU-lah yang menentukan siapa yang pantas hadir di
pesta-KU
Dan yang pasti kau takkan kulupakan
Karena kau selalu merindukan-KU….”
-------------------------------------
Puisi di atas melukiskan sebuah ironi. Dan kalau kita mau jujur pada diri sendiri, maka marilah kita buat daftar ironi yang sudah kita lakoni sejauh usia kita sekarang. Nah…bisa-bisa kita tersenyum nyinyir dibuatnya. Tak usah yang rumit-rumitlah. Hubungan hati dengan penampilan wajah/muka saja, sudah menghasilkan ironi di hadapan orang lain. Kita tersenyum ehhhh…sebenarnya hati kita sangat marah pada seseorang. Kita mengumbar janji akan siap menolong orang-orang yang akan meminta bantuan pada kita, ehhhh….sebenarnya nun jauh di hati kita, wah…kalau boleh sih…janganlah mereka itu datang meminta bantuan. Kalau yang datang minta bantuan seratusan orang…wowooowww…bisa bangkrut saya!
Singkat tulisan, pesan halus dari seluruh tulisan ini, berhati-hatilah dengan sebuah “ironi”. Sebab dia akan lebih jelas lagi dalam wujud “munafik”. Bahkan bila semakin lama dia dipelihara maka akan muncul “ketidak-pedulian” yang ujung-ujungnya adalah “sombong rohani”. Bersibuk-sibuk dalam pelayanan, lupa dan tak peka dan tak ingat yang dilayani itu bukanlah Tuhan Yesus, melainkan hanya dirinya sendiri, gerejanya sendiri, jemaatnya sendiri. Terlupa bahwa Tuhan Yesus ada berdiri di luar halaman hatinya! Berharap disapa. Berharap dirindukan. Berharap diundang, walau sekejap. Tapi…???
Maka wajarlah pertanyaan berikut ini diajukan pada Yesus (dan juga untuk kita renungkan): (Matius 25:44-46) Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?
Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.
Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal."
Jakarta, 2 Februari 2009
Tema Adiputra
Komentar-komentar |
|
|
|