
Agustina Wijayani
Memasuki pelayanan anak baginya merupakan hak istimewa yang diberikan Tuhan kepadanya. Istimewa karena di dalamnya ia mendapat banyak kesempatan untuk belajar tentang pelayanan, tentang anak, dan tentang Tuhan. Setiap hal yang berlangsung di dalamnya, bila dihayati dengan sungguh, ternyata mengandung "satu satuan pelajaran" dari Tuhan bagi dirinya. Setiap pelajaran yang ia dapat itulah yang, melalui kolom ini, ingin ia bagikan kepada sesama guru Sekolah Minggu, pendamping anak, dan tentunya para orangtua.
Ia terjun dalam pelayanan anak sejak tahun 1990. Pengalaman pertamanya mengajar di sebuah kelas Sekolah Minggu cabang (bukan di gereja), yang sangat memerlukan keterlibatan guru--baik dari mencari tempat, mencari anak-anak, menangani seluruh acara, dan menjaga hubungan dengan lingkungan yang majemuk, telah banyak mempersiapkan dia untuk menjadi pelayan anak yang sungguh.
Pelayanannya terus berlanjut, khususnya dalam lingkup pelayanan GPdI di Magelang, kota kelahirannya. Dukungan yang sangat berarti dalam pelayanannya ia rasakan berasal dari Ibu Lily Malino, ibu gembala sidang GPdI Magelang, yang sangat memperhatikan pelayanan anak dan banyak membekali para pelayan anak.
Selepas menikah dan berpindah domisili ke Yogyakarta, pelayanannya sempat mengalami kevakuman. Akan tetapi kerinduan yang Tuhan berikan dalam hatinya seakan-akan tak pernah berhenti berteriak di telinganya, "Ayo, layani anak-anak lagi!" Maka ia pun terjun dalam pelayanan anak GPdI Sosrowijayan, Yogyakarta, sejak tahun 2000 hingga sekarang.
"Kolom ini adalah rangkuman pergulatan jiwa saya selama berada dalam pelayanan Sekolah Minggu. Di sini bukan hanya saya yang sedang mengajar (anak-anak), tetapi Allah juga banyak mengajar saya lewat berbagai pengalaman manis dan pahit menjadi pelayan anak." Demikian intisari kolom ini menurut penulisnya.
Lulus dari Universitas Sanata Dharma, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, pada tahun 1998, ia bergabung dengan Departemen Penerbitan Yayasan Gloria. Kini ibu dengan dua anak ini mengkapteni para editor di departemen tersebut, yang menurutnya telah menjadi keluarga kedua, tempat ia juga belajar tentang kehidupan.
Lowongan Tak Menarik?
Di kantorku sedang ada lowongan kerja untuk satu posisi. Cuma satu orang yang dibutuhkan. Namun responnya? Wow! Aku harus berdecak sambil geleng-geleng kepala. Setiap hari berdatangan surat lamaran yang menyatakan berminat mengisi posisi yang ditawarkan. Dengan sederet "rayuan" dan daftar prestasi yang dijajarkan hampir sehalaman penuh demi mempromosikan diri sebagai yang terbaik, para pelamar berharap-harap cemas pihak personalia "jatuh hati" dan tergerak untuk memanggil untuk tahap seleksi berikutnya.Wulan
Temanku, Wulan, adalah seorang guru Sekolah Minggu yang setia. Memang ia tak begitu menonjol di kelas, karena ia cenderung pendiam dan anteng. Apalagi ia punya kelemahan yang menghambatnya dalam berkomunikasi. Pendengarannya lemah dan bicaranya tidak jelas, sangat cedal.Yang Aku Harap
aku nggak pernah berharapsekuntum bunga dihadiahkan padaku
sebaris puisi dirimakan bagiku
selarik lagu dilantunkan untukku
Tak Mau Kehilangan
Pertama kali aku terjun di Sekolah Minggu, aku melayani di kota kelahiranku, gereja tempat aku dibina sejak kecil. Begitu asyiknya aku terikat di sana, sehingga aku enggan melepasnya meski sudah kuliah di luar kota. Aku memilih tetap mempertahankannya, dan baru melepasnya setelah menikah dan pindah domisili ke luar kota.Selanjutnya...
Halaman 5 dari 9