Mengapa ketika mendengar kata belajar, sebagian dari kita cenderung merasa tidak nyaman atau bahkan menghindar? Begitu seorang teman bertanya. Hmmm...saya berpikir...benar juga ya...sebagian dari kita sudah antipati dengan kata belajar ini.
Waktu SD saya paling sebal kalau di suruh belajar.
Malas dan rasanya membosankan. Bermain rasanya lebih enak. Pas SMP-SMA sama saja. Bosan rasanya. Apalagi kalau pelajarannya sulit dan gurunya galaknya minta ampun. Saya merasa menjadi orang bodoh sedunia.
Saya menemukan rasa senang belajar justru ketika kuliah. Semua terasa baru. Padahal jurusan yang saya ambil bukan pilihan utama saya ketika mendaftar. Saya memperhatikan perubahan itu karena beberapa hal:
- Saya tinggal jauh dari orang tua dan tiba-tiba merasakan tanggung jawab untuk segera punya andil memberikan yang terbaik
- Saya merasakan tidak ada tuntutan dan amarah dari Guru yang tidak jelas ujung pangkalnya
- Walaupun dosen kadang tidak menyenangkan, tapi saya tertarik sekali dengan berbagai wacana yang ada di materi kuliah
- Saya bisa main ke berbagai tempat
- Saya banyak mengenal orang
- Saya yang kuper ternyata memiliki teman seperjuangan juga, beda ketika di SMA, saya merasa orang paling miskin di dunia
- Suasana belajar sangat mendukung, saya bisa seharian di perpustakaan atau bisa juga diajak ke lapangan langsung
- Saya jelas melihat bahwa nanti saya bisa bekerja walau bagi orang tua dan orang lain, jurusan saya tidak begitu menguntungkan secara finansial.
- Saya bisa menyalurkan hoby dengan leluasa.
Begitulah beberapa hal yang saya rasakan. Nah, saya merasakan benang merahnya adalah semangat dan rasa senang serta nyaman. Saya tidak menemukannya ketika di SD, SMP, SMA. Di kuliah saya bisa bangun siang, bisa berpakaian jeans sebulan gak ganti, bisa berfikir bebas, bisa main-main, dan bisa banyak hal lagi.
Tentu saja ada orang yang merasakan hal berbeda. Dalam segala keterpaksaannya seorang teman menyelesaikan kuliah Arsitek dengan gemilang. Tapi ada teman yang justru memiliki kelonggaran dan masuk jurusan sesuai pilihannya malah hanya bermalas-malasan dan pada akhirnya bisa dibilang gagal.
Belajar saya pikir merupakan keterkaitan antara tanggung jawab dan rasa senang. Teman yang bertanya di atas tadi merasa bosan justru karena dia hanya membatasi arti belajar dengan membaca buku dan duduk kuliah. Padahal dari segi ekonomi, mau kuliah kemana pun, dia pasti bisa.
Sekolah-sekolah kita menurut saya tidak konsisten dalam menjalankan fungsi menciptakan sekolah yuang menyenangkan. Kadang-kadang saja atau kalau ada tuntutan hal itu baru dilaksanakan. Anak-anak cenderung di bebani dengan banyak hal tanpa tahu tujuan belajarnya. Jadinya belajar hanya sebatas formalitas saja. Saya baru menyukai kimia belakangan ini karena membaca-baca sendiri. Walau untuk terjun lebih dalam saya kurang begitu mampu, tapi saya merasa: andai dulu aku mau belajar kimia, pasti lebih menarik lagi. Andai semua anak merasakan senang dalam belajar, tentu kisah Indonesia bisa menjadi lain.
Saya pikir gerakan sekolah yang ramah anak dan menyenangkan perlu kita galakkan. Walau saya membayangkan perjalanannya akan penuh perjuangan, hal ini sangat perlu dimulai dari sekarang.